MUSNAD AHMAD BIN HANBAL
MAKALAH
Disusun Sebagai Bahan Diskusi
Pada Mata Kuliah
Studi Hadits
Penyusun: Wawang Julianto
MUSNAD AHMAD BIN HANBAL
BAB
I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang unik dalam penyusunan hadits
adalah diantara para uama’ hadits ada yang tidak menggunakan metode klasifikasi
hadits, melainkan berdasarkan nama para sahabat nabi Shalallahu 'alaihi wa
salam,, yang meriwayatkan hadits itu. Metode ini disebut musnad. Sehingga orang
yang merujuk kepada kitab musnad dan ia mau mencari hadits yang berkaitan
dengan bab shalat misalnya, ia tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Sebab
dalam kitab musnad tidak akan ditemukan bab shalat, zakat dan sebagainya, yang ada
hanyalah bab tentang nama-nama sahabat nabi berikut hadits-hadits yang
diriwayatkan mereka.
Jumlah kitab musnad ini banyak sekali, menurut suatu
sumber lebih dari seratus buah. Namun hanya beberapa buah saja yang popular,
misalnya kitab al-musnad karya al-humaidi (219 H), kitab al-musnad karya Abu
Daud at-thoyalisi (204 H), kitab al-musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal (241 H)
dan kitab musnad karya abu ya’la al-maushili (307 H).[1]
Musnad
al-Kabir atau lebih dikenal sebagai Musnad Ahmad adalah salah satu dari Sembilan Kitab hadits
yang dijadikan rujukan utama umat Islam
kebanyakan, terutama dari golongan Ahlus Sunnah.
Kitab ini disusun oleh Imam
Ahmad bin Hanbal. Yaitu Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli asy-Syaibani (164 H - 241 H).
Seorang Syaikhul Islam, al-Imam, al-Hafizh, al-Hujjah,
Pemimpin Umat Islam pada masanya. Musnad ini terbagi menjadi beberapa musnad
besar yang terdiri dari beberapa musnad sahabat atau hadits
sahabat. Musnad sahabat atau hadits sahabat ini kemudian memuat beberapa
hadits. Di antara kutubuttis'ah, kitab ini merupakan kitab dengan jumlah
hadits terbanyak.[2]
Kitab ini memuat
hadis sahih, hasan dan da’if, bahkan di dalamnya terdapat pula beberapa hadis
maudhu’, meskipun
hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang menyangka tiada hadis
maudlu’ di dalam kitab ini.
Kitab ini merupakan salah satu kodifikasi hadis yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai kitabnya dengan musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan sorga, didahulukan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang lainnya yang termasuk sepuluh itu. Kemudian disebutkan hadis Abdurrahman bin Abu Bakar, kemudian tiga hadis dari tiga orang shahabat, kemudian musnad ahlul Bait,dia menyebutkan hadis-hadis mereka, demikian seterusnya sampai tuntas dengan hadis Syidad bin al-Had ra .
Kitab ini merupakan salah satu kodifikasi hadis yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai kitabnya dengan musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan sorga, didahulukan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang lainnya yang termasuk sepuluh itu. Kemudian disebutkan hadis Abdurrahman bin Abu Bakar, kemudian tiga hadis dari tiga orang shahabat, kemudian musnad ahlul Bait,dia menyebutkan hadis-hadis mereka, demikian seterusnya sampai tuntas dengan hadis Syidad bin al-Had ra .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam Ahmad Bin Hanbal
a.
Nasab
Namanya Al-Imam abu abdillah ahmad bin muhamad bin
hanbal bin hilal bin asad bin idris bin Abdullah bin anas bin auf bin qosith
bin mazin bin syaiban bin dzuhl bin tsa’labah bin ukabah bin bin sha’b bin ali
bin bakr bin wail bin qosith bin hinb bin afsha bin du’mi bin jadilah bin asad
bin robi’a bin nizar bin ma’ad bin adnan.
Beliau dikandung ibunya di marwa, dan kemudian ibunya
pindah ke bagdad dalam keadaan hamil, akhirnya melahirkan imam ahmad di sana
pada bulan rabi’ul awal tahun 164 H. dan besar di sana. Beliau wafat pada tahun 241 H.
Ayahnya adalah seorang wali di sarkhas di masa
kekuasaan bani abasiyah, yang wafat pada tahun 179 H. imam ahmadpun diasuh oleh
ibunya sematawayang.[3]
b.
Perjalanan Ilmiah
Al-imam talah melakukan berbagai perjalanan dalam rangka menuntut ilmu
ke negeri-negeri yang banyak, diantaranya; bashrah, kufah, hijaz, yaman, syam,
tsugur, sawahil, magrib, aljazair,Persia, khurasan dll. Kemudian beliau pun
kembali kenegeri asalnya yaitu bashrah. Yang dengannya Allah menolong agama-Nya, dan
beliaupun menjadi symbol imam-imam umat islam.
Beliau telah memulai langkah mencari hadits pertama kali di umur 16 th,
beliau menuju kufah di tahun meninggalnya Hasyim bin Basyir tahun 183 H.
pergi menuju basrah tahun 186 H. menuju
guru beiau Sufyan bin ‘uyainah di Makkah tahun 187 H. di tahun wafatnya fudhai
bin iyadh, ini adalah pertamakalinya beliau melaksanakan ibadah haji. Kemudian
dilanjutkan menuju Abdurazah di San’a Yaman tahun 197 H. dengan ditemani oleh
yahya bin ma’in. yahya menceritakan ;”ketika kami pergi menuju abdurrazak ke
negeri yaman, kami menunaikan ibadah haji dahulu, ketika kami sedang
melaksanakan tawaf, kami menjumpai abdurrazak juga sedang melakukan tawaf, maka
aku menyalaminya, dan aku katakana kepadanya; ‘ini adalah ahmad bin hanbal
saudara engkau’ . beliau menjawab: semoga panjang umur dan teguh pendirian ….
Berita tentang kebagusannya telah sampai
kepada ku”. Kemudian aku berkata kepada
imam ahmad :’sungguh Allah telah mendekatkan langkah kita, kita telah banyak
menghabiskan perbekalan dan telah menempuh waktu sebulanan” , beliau menjawab
:”niatku dari bagdad adalah mendengar
darinya (hadits) di san’a, demi Allah tidak akan berubah niatku “. Kamipun melanjutkan
ke san’a, perbekalanpun habis. Maka abdurrazak menawarkan kepada kami kepingan
dirham yang banyak namun imam tidak mau menerimanya. Maka berkata (abdurrazak);
sebagai utangan” , beliaupun menolaknya. Akhirnya beliau bekerja sebagai
pemerah susu, dan beliau makan dari
endapan lemak-lemaknya.[4]
c.
Guru-gurunya
Imam ahmad memiliki guru yang sangat banyak, diantara guru-gurunya yang
terkenal yaitu; ismail bin Ibrahim bin ulaiyah al bashri (w 193 H),abu daud at
tayalisi (w 204 H), sufyan bin uyainah (w 198 H), al imam ahmad bin idris
as-syafi’I (204 H), Abdurrahman bin mahdi (w 198 H),abdurrazak as-shan’ani (w
211 H), hasyim bin basyir (w 183 H) , waki’ bin jarrah (w 197 H), yahya bin
sa’id al qathan (w 198 H), bisyr bin al mufadhal (w 187 H), jarir bin abdul
hamid (w 188 H), Abdullah bin namir (w 199 H), yahya bin ayas al hamshi (w 219
H), ghundar (194 H), muktamar bin sulaiman (w 187 H) dan qutaibah bin sa’id (w
240 H). [5]
d.
Murid-muridnya
Imam ahmad pun telah mewariskan ilmunya kepada murid-muridnya yang
banyak, diantara murid beliau yang terkenal adalah; Ibrahim al harbi ( w 285
H), imam bukhari (w 256 H), abu hatim ar
razi (w 277 H), abu daud as sajastani ( w 275 H), abu zur’Allah ar razi (w 264
H), petra beliau Abdullah (w 290 H) dan shalih (w 265 H), imam muslim (w 261 H),
anak paman beliau hanbal bin ishaq (w 273 H), yahya bin ma’in (w 233 H), ali
bin al madini (w 234 H) dll.[6]
e.
Komentar ulama’
Abdurrazak as shan’ani berkata ; “telah mendatangiku 4 orang dari Iraq
(mencari hadits) diantara pembesar hadits; as syadzakuni ia adalah yang paling
baik hafalannya, ibnu al madini ia
adalah yang paling tahu perselisihan hadits, yahya bin ma’in ia adalah yang
paling tahu tentang rijal hadits, dan ahmad bin hanbal ia adalah yang paling
menguasai semuanya”.
Qutaibah bin sa’id berkata : “
kalaulah ahmad bin hanbal sezaman dengan as tsuri, malik, auza’I dan al laits
bin sa’d tentulah dia yang lebih utama”.
Ar-Rabi’ bin sulaiman berkata: imam syafi’I berkata kepada kami; “ahmad
bin hanbal menghimpun 8 sifat; imam
dalam hadits, imam fiqih, imam bahasa, imam al-qur’an, imam dalam kefakiran,
imam zuhud, imam wara’ dan imam sunnah”.[7]
f.
Karya-karyanya
Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang ulama’ yang produktif dalam
mentransfer keilmuannya, itu terlihat dari banyaknya karya tulis yang telah
beliau susun, diantaranya adalah;
-
Al-Musnad
-
At-Tafsir
-
Kitab as-sunnah
-
Kitab az-zuhud
-
Kitabu as-shalah
-
Kitab wara’ wal iman
-
‘Ilalul hadits
-
FadhailU Shahabah
-
Dll.[8]
B.
Kitab Hadits Musnad
a.
Makna musnad
Musnad
artinya yang disandarkan.Jadi kalau dikatakan sanad berarti rangkaian para
perawi dari mukhorrij atau mudawwin paling akhir sampai rowi yang pertama
langsung menerima dari Rosulullah SAW.
Sebuah kitab hadit disebut musnad, sebagaimana
dituturkan oleh Mahmud Thahan dalam bukunya Taisir Mushthalahul Hadits; ‘ setiap kitab yang menghimpun periwayatan
setiap sahabat tanpa memandang judul / tema yang terkait dengan hadits tersebut’.[9]
Dan pengertiannya dalam istilah ahli hadits, musnad
adalah sesuatu yang dikarang berdasrkan nama-nama sahabat ra dan di dalamnya
menghimpun semua periwayatan para sahabat.[10]
Hadits yang terkandung dalam kitab musnad ini juga
hadits yang dhaif bahkan maudhu’, seperti hadits-hadits tentang keutamaan kota
marwa dan asqolan.[11]
Merujuk masa
hidup Imam Ahmad yang berkisar antara 164 H – 241 H, maka dapat dikatakan bahwa
beliau hidup pada fase perkembangan hadis memasuki periode keempat dan kelima,
yakni pada abad II dan III H.
Pada awal
abad III H para ulama melakukan tadwin al-hadis dengan memisahkan antara
sabda Nabi dengan fatwa sahabat dan tabi'in, meski masih mencampur antara
hadis-hadis yang berkualitas shahih, hasan, dan dha'if. Di
antara sistem tadwin (penyusunan) yang digunakan adalah tashnid,
yakni menyusun hadis dalam kitab-kitab berdasarkan nama sahabat prawi hadis.
Sedang dalam menertibkan nama sahabat ada yang menertibkan menurut tertib
kabilah, ada yang menurut masa memeluk agama Islm, dan ada pula yang
tidak memperhatikan sistematika ini. Sistem tashnid atau musnad
ini kelemahannya adalah sulit dalam mencari atau mengerti hukum-hukum syara'
sebab hadis-hadisnya tidak dikumpul dalam satu tema.[12]
Kitab ini menghimpun
dan melengkapi kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan satu kitab
yang yang dapat memenuhi kebutuhan kaum muslimin dalam dalam hal agama dan
dunia pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama
abad ketiga semasanya, Imam Ahmad Bin Hambal menyusun kitab haditsnya
secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab musnadnya tersebut tidak semua diriwayatkan olehnya, akan tetapi
sebagiannya merupakan tambahan dari putranya
Abdullah dan juga Abu Bakar Al-qat’i.
b.
Metode Penyusunannya
Al-Imaam
Ahmad rahimahullah menyusun kitab Al-Musnad berdasarkan tartiib hadits
:
1
Sepuluh
orang shahabat yang dijamin masuk surga.
2.
‘Abdurrahmaan
bin Abi Bakr, Zaid bin Khaarijah, Al-Haarits bin Khazamah, dan Sa’d bin Maulaa
Abi Bakr.
3.
Musnad
Ahlul-Bait.
4.
Musnad dari
banyak shahabat, di antaranya : Ibnu Mas’uud, Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Abu
Sa’iid Al-Khudriy, Jaabir, Anas, Ibnu ‘Amru bin Al-‘Aash, dan yang lainnya.
5. Musnad sahabat
yang berasal dari Bani Hasyim
6.
Musnad
penduduk Makkah (Makiyyiin)
7.
Musnad
penduduk Madiinah (Madaniyyiin).
8.
Musnad
penduduk Syaam (Syaamiyyiin).
9.
Musnad
penduduk Kuufah (Kuufiyyiin).
10.
Musnad
penduduk Bashrah (bashriyyiin).
11. Musnad
Al-Anshaar.
12. Musnad
‘Aaisyah dan para shahabiyyaat.
c.
Jumlahnya
Musnad Ahmad Bin Hambal memuat
40.000 hadis dan 10.000 diantaranya dengan berulang serta tambahan dari
putranya Abdullah dan Abu Bakar Al-qat’i kurang lebih 10.000 hadis.
d.
Periwayatannya
Dalam periwayatan musnad mungkin kita dapat membaginya sebagai berikut;
1.
Bagian yang yang diriwayatkan Abdullah dari Imam Ahmad dari bapaknya secara
siama’I, inilah yang dinamakan musnad imam Ahmad, dan ini isi dominan kitab
musnad.
2.
Bagian yang Abdullah mendengarnya dari bapaknya dan selainnya, yang seperti
ini sedikit jumlahnya.
3.
Bagian yang Abdullah riwayatkan dari selain jalur bapaknya, ini yang
dikenal dengan sebutan tambahan dari Abdullah.
4.
Bagian yang Abdullah bacakan atas bapaknya dan belum mendengarnya,
jumlahnya sedikit.
5.
Bagian yang tidak dibacakan dan tidak didengarnya, namun ia dapatkan dari
kitab bapaknya dengan tulisan tangan bapanya sendiri, ini pun sedikit.
6.
Bagian yang diriwayatkan al-hafidz abu bakr al-qothi’I bukan dari jalur
Abdullah dan bapaknya, ini yang paling sedikit.[14]
C.
Penilaian Ulama’
Secara umum terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda
tentang derajat hadis dalam kitab hadis Musnad Ahmad Bin Hambal antara lain :
a) Seluruh hadis yang terdapat dalam
kitab Musnad Ahmad Bin Hambal dapat dijadikan sebagai Hujjah.
b) dalam kitab Musnad Ahmad Bin
Hambal terdapat hadis shahih, dhaif, dan bahkan maudhu’.
c) dalam
kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih dan dhaif dan mendekati
hasan. Diantara mereka yang berpendapat
demikian adalah Al-Zahadi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Taimiyah dan Assuyuti.[15]
Pernah
sekali waktu Syaikh Imam Hafidz Ali bin al-Hafidz al-Faqih Muhammad al-Yunaini
ditanya,”Apakah Syaikh hafal Kutub al-Sittah? Syaikh menjawab,”Saya
menghafalnya dan tidak menghafalnya.” Sang penanya tidak mengerti,”Mengapa bisa
begitu Syaikh? Sang Syaikh menjelaskan,”Saya hafal Musnad Ahmad, dan
hadis-hadis yang ada dalam Kutub al-Sittah tak ada yang terlewatkan dalam
Musnad Ahmad kecuali hanya sedikit. Kalau begitu, bukankah berarti saya hafal
Kutub al-Sittah?
Ibnu
al-Jauziy yang menyebutkan ada 29 hadits di dalam kitab mauhu’nya yang bersumber dari musnad Ahmad. Kemudian
al-Iraqiy menambahkan lagi 9 hadis dari musnad Ahmad ini yang dianggapnya
maudhu’ dan menolak pendapat bahwa Imam Ahmad memberikan syarat shahih dalam
musnadnya.
Di antara hadis dha'if yang terdapat dalam kitab
Musnad bin Hanbal adalah masalah boleh tidaknya perempuan mengimami laki-laki
atau menjadi khatib Jum’at.
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ قَالَ حَدَّثَتْنِي جَدَّتِي عَنْ
أُمِّ وَرَقَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ الْأَنْصَارِيِّ وَكَانَتْ
قَدْ جَمَعَتْ الْقُرْآنَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَدْ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا وَكَانَ لَهَا مُؤَذِّنٌ وَكَانَتْ
تَؤُمُّ أَهْلَ دَارِهَا
Dari Abu Nu’ayim
dari al-Walid, dari nenekku, dari Ummu Waraqah binti Abdillah ibn al-Hrtis
al-Anshari, seorang wanita yang banyak menghafal al-Qur’an. Nabi saw pernah
memerintahkan beliau untuk mengimami keluarga serumahnya, beliau mempunyai
seorang “mu’azzin” dan beliau mengimami keluarganya.[16]
D. Sikap Ahmad
bin Hanbal terhadap Hadis
Ahmad bin
Hanbal termasuk salah seorang tokoh hadis yang tidak canggung mengamalkan hadis
yang bersanad dha'if sekalipun sepanjang tidak ada indikasi maudhu'.
Menurut Ibn al-Qayyim al-Jauzi (w. 597 H), sikap penerimaan Imam Ahmad terhadap
hadis dha'if sanadnya tidak sampai menjangkau hadis munkar, bukan pula
riwayat orang yang diduga pendusta.[17]
Sikap kecenderungan ini berdasar pada pengakuannya bahwa kalam nubuwwah
(pemegang mandat risalah) sangat potensial dan lebih terjamin validitas konsep
doktrinalnya bila dibandingkan dengan yang dihasilkan nalar rasio misal seperti
penerapan qiyas yang cenderung spekulatif. Imam Ahmad sendiri secara tegas
menyatakan:
ضعيف الحديث أحب إلبنا من الرأي و
ضعيف الحديث أقوى من الرأي
Hadis
berkualitas dha'if [pada segi sanadnya] lebih aku sukai dan lebih kuat
statusnya daripada ra'yu.[18]
Prinsip ini
tidak hanya membentuk pribadi Ahmad bin Hanbal di bidang hadis, bahkan dalam
bidang politik pun beliau lebih rela mendekam di penjara dengan perlakuan
sangat tidak manusiawi daripada harus menerima ra'yu Khalifah
al-Mu'tasim untuk mengakui keber-makhluk-an al-Qur'an.[19]
E.
Kedudukan Kitab Musnad
Kitab musnad tidak terhimpun dalam kutubus
sittah yang disepakati sebagai urutan kitab hadits terbaik dalam penghimpunan
hadits secara kualitasnya.
Diantara penyebab tidak masuknya musnad ke dalam kutubus sittah adalah;
1.
Adanya hadits-hadits dhaif dengan jumlah yang tidak sedikit, bahkan dalam
tataran hadits maudhu’
2.
Terhimpunya hadits-hadits zaidah yang cukup banyak yang tidak dikeluarkan
oleh Imam Ahmad, tapi diriwayatkan oleh anaknya yaitu Abdullah
3.
Beberapa metode perawiyan yang mengurangi derajat ketsiqahan yaitu
dengan qira’a, menukil hadits / tulisan bapaknya.
Namun meskipun tidak masuk dalam katagori kutubus sittah, tetap
hadits-hadits yang derajatnya shahih lebih dominan. Hal tersebut tidak berarti
kemudian menyebabkan meninggalkan kitab musnad.
BAB III
PENUTUP
Musnad adalah kitab yang disusun
oleh pengarangnya dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu ditampilkan
hadis-hadis yang periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat
tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat lain di dalam
musnad shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini disusun, dengan mengesampingkan tema
hadis.
Kitab ini memuat hadis sahih, hasan
dan da’if, bahkan di dalamnya terdapat pula beberapa hadis maudlu’, meskipun
hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang menyangka tiada
hadis maudlu’ di dalam kitab ini.
Meskipun kitab ini dipandang
memiliki kekurangan, karena sulitnya untuk mencari materi pembahasan tertentu,
namaun terkandung juga manfaat dengan mudahnya kita mengetahui periwayatan dari
sahabat, dengan kata lain kita jadi tahu bahwa sahabat-sahabat yang dekat
dengan Rosulullah yang selama ini kita tidak atau jarang menjumpainya, di sini
kita jadi tahu periwayatan mereka radhialaahu ‘anhum.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mustafa Yaqub, kritik hadis,(2011),pustaka firdaus. Jakarta
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, musnad ahmad bin hanbal,(1993),maktabah
islamiyah, bairut
Endang Soetari, Ilmu Hadis, (Bandung: Amal
Bhakti Press, 1997).
Mahmud Thahan, Taisir Mushthalahul Hadits, iskandariah:1415 H,
Markaz Huda lidirosat
Ibnu Katsir, iktishar ulumul
hadits, Riyadh.(2013).darul maiman
M. Abu Zahrah, Fi Tarikh
al-Madzahib al-Fiqhiyyah, (Kairo: maktabah al-Madani, 1971)
Muhammad 'Awwamah, Atsar al-Hadis
al-Syarif, (Jeddah: Dar al-Qiblah, 1940).
W.M. Patton, Ahmad ibn
Hanbal and the Mihnah, Leiden, Brill, 1897.
Dzulmani,
Mengenal Kitab-kitab Hadis (Yogyakarta: Insan Madani, 2008).
[1]
Ali Mustafa Yaqub, kritik hadis, hal 77
[3]
Imam ahmad bin hanbal, musnad
imam ahmad bin hanbal, hal 7
[5]
Ibid, hal 8
[6]
Ibid, hal 9
[7]
Ibid, hal 10
[8]
Ibid, hal 14
[9]
Mahmud Thahan, taisir mushthalahul hadits,
iskandariah:1415 H, Markaz Huda lidirosat, halaman 131
[10]
Imam Ahmad, Musnad Ahmad, halaman 15
[11]
Ibnu Katsir, iktishar ulumul hadits,
Riyadh.(2013).darul maiman, halaman 103
[14]
Imam Ahnmad, musnad, halaman 17
[16]
Imam Ahnmad, musnad, halaman 321
No comments:
Post a Comment